Jumat, 01 Mei 2020

Analisis kasus korupsi e-KTP


Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS)
Mata Kuliah Anti Korupsi



Disusun oleh:


Azizah Fitriani                        Nim: 170211002


Dosen pengampu: Meti Mediyastuti, S.Sos., M. Ap


FAKULTAS SOSIAL HUMANIORA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG




KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa  atas limpahan rahmat dan lindungan-nya. Akhirnya makalah ini dapat saya selesaikan dengan lancar. Makalah ini saya susun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Anti Korupsi.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihakyang terlibat dalam menyusun malakah ini. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Meti Mediyastuti, S.Sos., M.AP selaku dosen pengampu mata kuliah Anti Korupsi ini.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu saya mengharapkan saran supaya lebih baik lagi untuk kedepannya.



Bandung, 30 April 2020


Azizah Fitriani






                                          DAFTAR ISI                                         











BAB I

PENDAHULUAN


I.I Latar Belakang Masalah

Kartu tanda Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi penduduk juga bukti driri yang berlaku diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KTP konvensional yang telah diberikan berung-ulang oleh pemerintah Indonesia juga digunakan oleh masyarakat Indonesia dipertimbangkan memiliki beberapa kekurangan-kekurangan seperti tidak efektif untuk memberikan data kependudukan karena KTP konvensional memungkinkan satu penduduk Indonesia memiliki beberapa KTP. Hal ini membicarakan menyulitkan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan terutama kebijakan untuk daerah tertentu karena KTP konvensional tidak dapat merepresantikan data penduduk lokal secara tepat.
Akhirnya pemerintah Indonesia dikeluarkan Undang-Undang No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dimana dalam Pasal 1 disebutkan bahwa penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 KTP. Untuk dapat mengelola penertiban KTP yang bersifat tunggal dan terwujudkan basic data kependudukan yang lengkap dan akurat serta aman diperlukan teknologi yang dapat menjamin dengan tingkat akurasi tinggi untuk mencegah pemalsuan dan penggandaan. Pemerintah berusaha berinovasi dengan menerapkan teknologi informasi dalam sistem Ktp dan hal ini membuat KTP konvensional menjadi KTP Elektronik (e-Ktp) dengan harapan tidakada lagi yang menduplikasi KTP.
Sayangnya untuk membuat KTP berbasis teknologi informasi yang akurat, multifungsi, dan mencegah adanya duplikasi KTP yang bisa menyebabkan kecurangan. Pemerintah sudah sedemikian baik dalam berinovasi untuk merencanakan hal tersebut, tetapi ada saja oknum yang menyalah gunakan pelaksanaan KTP berbasis elektronik ini. Dengan demikian Indonesia masih saja menjadi negara yang berprestasi dalam korupsi.

I.II Rumusan Masalah

1.      Bagaimana kasus korupsi e-KTP bisa terjadi?
2.      Bagaimana hukum yang tercantum dalam UUD 1945?
3.      Bagaimana analisis kasus korupsi e-KTP dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik berbasis pada kekuasaan?
4.      Dampak kasus korupsi e-KTP?

I.III Tujuan

1.      Untuk mengetahui kasus korupsi e-KTP bisa terjadi
2.      Untuk mengetahui hukum yang tercantum dalam UUD 1945
3.      Untuk mengetahui analisis kasus korupsi e-KTP dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik berbasis pada kekuasaan
4.      Untuk mengetahui dampak kasus korupsi e-KTP
    

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


II.I e-KTP (KTP elektronik)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesi No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP) adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksanaan yang berlaku diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini berarti kartu tanda penduduk merupakan salah satu dokumen kependudukan yang wajib di miliki oleh setiap masyarakat guna terciptanya tertib administrasi kependudukan dan setiap instansi pelaksana pelayanan publik wajib melaksanakan urusan administrasi kependudukan serta perlu menerapkan dan menjalankan prinsip-prinsip Good Governance dalam pelayan yang akan diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Menurut Pemendagri No.9 Tahun 2011 tentang pedoman penertiban kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional dalam pasal 2 ayat (1) menjelaskan tujuan pemerintah menertibkan KTP Elektronik untuk mewujudkan kepemilikan satu KTP untuk satu penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan yang berbasis NIK secara nasional.
Program e-KTP diluncurkan oleh Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia pada bulan Februari Tahun 2011 dimana pelaksanaannya terbagi menjadi dalam dua tahap. Tahap pertaman dimulai pada Tahun 2011 dan berakhir pada 30 April 2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2.348 kecamatan dan 197 Kabupaten / Kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 Kabupaten/ Kota Lainnya di Indonesia. Secara keseluruhan, pada akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki e-KTP. Program e-KTP dilatar belakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal terutama dengan menggandakan KTP-nya. Misalnya dapat digunakan untuk:
1.      Menghindari pajak
2.      Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat diseluruh kota
3.      Mengamankan korupsi
4.      Menyembunyikan identitas (seperti teroris)
Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintah elektronik (e-Government) serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasis teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP. Adapun fungsi dan kegunaan e-KTP adalah:
1.      Sebagai identitas jati diri
2.      Berlaku nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukuan rekening Bank, dan sebagainya.
3.      Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP, terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
Penerapan KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dengan pasal Perpres No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional, Perpres No.35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No.26 Tahun 2009 berbunyi:
1.      KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekam elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.
2.      Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan, pas foto, dan sidik jari penduduk yang bersangkutan.
3.      Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalamdatabase kependudukan.
4.      Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan: untuk WNI, dilakukan di Kecamatan, dan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dilakukan di Instansi Pelaksanaan.
5.      Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jati telunjuk tangan kiri dan telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan.
6.      Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud ayat (3) dapat di akses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7.      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh Peraturan Mentri.

II.II Korupsi

Korupsi menurut Black Law Dictionary adalah suatu bentuk perbuatan yang dilakukan dengan sengajadan bermaksud untukmendapatkan keuntungan yang tidak resmi dengan terlebih dulu menggunakan hak-hak dari pihak yang lain,secara salah dalam sebuah jabatannya ataupun karakternya dalam mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri ataupun orang lain yang berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari mereka yang seharusnya menerima.
Pengertian korupsi juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa korupsi adalah setiap orang yang tergolong melaan hukum, melakukan suatu perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain ataupun suatu kelompok, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan dan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara.


 

BAB III

PEMBAHASAN


III.I Kronologi Kasus Korupsi e-KTP




Sejak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Penduduk disahkan, data penduduk harusnya sudah dibangun. Kementrian Dalam Negri bertanggung jawab atas administrasi ini. Lelang e-KTP ini dimulai pada tahun 2011. Akhirnya pada Juni tahun 2011, Kementrian Dalam Negri mengumunkan konsorsium PT. PNRI sebagai pemenang dengan harga Rp. 5,9 Triliun. Konsorsium terdiri dari Perum PNRI, PT. Sucofindo (Persero), PT. Sandhipala Arthapura, PT. Len Industri (Persero), PT. Quadra Solution. Tapi banyak pihak yang menilai janggal munculnya pemenang ini. Dalam proses lelang, menurut ICW (Indonesian Corruption Watch) ada kejanggalan. Tiga hal yang janggal menurut ICW adalah post bidding, penandatanganan kontrak padamasa sanggah banding dan persaingan usaha tidak sehat. Post bidding adalah mengubah dokumen-dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran. Selain itu, LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) menilai, kontrak itu ditandatangani saat proses lelang tengah disanggah, oleh dua peserta lelang, Konsorsium Telkom dan Konsorsium Lintas Bumi Lestari.
Komisi Pengaasan Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan ada persekongkolan dalan tender penerapan KTP berbasis NIK Nasional (e-KTP) Tahun 2011-2012. Pelakunya, menurut KPPU adalah panitia tender, Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan PT Astra Graphia Tbk. Dalam putusan tersebut, majelis KPPU membeberkan bentuk-bentuk persekongkolan yang dilakukan antara PNRI dan Astra Graphia. Persekongkolan juga dijalin dengan panitia lelang.
KPK mulai menelusuri dugaan korupsi pada 22 April 2014 Komisi menetapkan "S", mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sebagai tersangka. Enam bulan selepas KPK masuk, MA dalam putusannya menolak kasasi KPPU tersebut.
Duasetengah tahun jadi tersangka, "S" baru sisa pertengahan Oktober lalu. Belakangan, KPK menetapkan "IR" yang juga tidak pernah dikirim sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan meyakini, kasus dugaan korupsi e-KTP tidak hanya dilakukan oleh dua tersangka itu. Untuk mengusut kasus ini, tim penyidik KPK telah memeriksa 110 orang yang dianggap mengetahui proses proyek e-KTP. Banyak tokoh sudah melewati. Di lanjut mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Gubernur JawaTengah Ganjar Pranowo. Bahkan, Ketua DPR Setya Novanto juga bakal di periksa. Wakil Ketua KPK lainnya,  Laode M Syarief menyatakan, kasus e-KTP merupakan salah satu kasus yang menjadi fokus KPK saat ini.
Proyek e-KTP merupakan proyek yang besar yang tentunya melibatkan banyak pihak. Begitu juga dengan tindakan korupsinya, karena tidak memungkinkan hanya satu orang saja yang berhasil mengkorupsi dana proyek e-KTP yang besar ini, butuh kerjasama bahkan bisa saja hingga membentuk sistem. Dalam sidang perdana kasus korupsi e-KTP, JPU KPK juga membacakan nama-nama pihak yang diduga menerima aliran dana korupsi e-KTP beserta besaran yang diterimanya, berikut beberapa nama pihak-pihak tersebut:
1.      Gamawan Fausi sebesar US$4,5 juta dan Rp. 50 juta
2.      Diah Anggraini sebesar US$2,7 juta dan Rp. 22,5 juta
3.      Drajat Wisnu Setyaan sebesar US$615 ribu dan Rp.25 juta
4.      Enam anggota panitia lelang masing-masing sebesar US$50 ribu
5.      Husni Fahmi sebesar US$150 ribu dan rp. 30 juta
6.      Anas Urbaningrum sebesar US$5,5 juta
7.      Melchias Markus Mekeng sebesar US$1,4 juta
8.      Olly Dondokambey sebesar US$1,2 juta
9.      Tamsil Linrung sebesar US$700 ribu
10.  Chaeruman Harahap sebesar US$584 ribu dan rp. 26 Miliar
Meskipun nama-nama diatas masih diduga menerima aliran dan tetapi ada juga beberapa pihak yang disebut JPU KPK menerima aliran dana korupsi e-KTP membantah adanya aliran dana yang masuk ke kantong mereka.

III.II Hukum yang Tercantum Dalam UUD 1945

Aspek hukum:
·         Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara jelas menyebut tidak kejahatan wajib meneruskan ke parties berwajib. Selain itu, BPK juga bisa memanfaatkan konsep whistleblower untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum kasus e-KTP ini.
·         Bedasarkan UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, seorang whisleblower bisa melaporkan indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi tempat dia bekerja dan memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut.
·         Berdasarkan UU No.20 Tahun 2001 Juncto UU No.31 Tahun 1999, perbuatan korupsi diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200 Juta dan paling banyak Rp. 1 Milyar. Mengenai penerapan pidana mati terhadap terdakwa korupsi dilakukan dalamkeadaan tertentu.
·         Berdasarkan penjatuhan  pidana bagi perkara korupsi yang diakomodir dalam RKUHP dalam BAB XXXI mengenai tindak pidana jabatan (pasal 661 – pasal 687) dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dengan denda paling banyak kategori V (pasal 80 ayat 3 huruf e, dengan denda sebesar Rp. 1.200.000.000,00).
·         Berdasarkan pada BAB XXXII mengenai tindak pidana korupsi (pasal 668 – pasal 701) cukup bervariatif mulai dari pidana penjara paling singkat 1 tahun, 5 tahun, 7 tahun, 9 tahun dan paling lama 15 tahun serta pemberatan pidana satu per tiga masa tahanan apabila merugikan keuangan dan perekonomian negara (pasal 702). Dan denda paling lama sedikit kategori (pasal 80 ayat 3 a dengan denda sebesar Rp. 6.000.000) paling banyak kategori VI (pasal 80 ayat 3 huruf f dengan denda sebesar Rp. 12.000.000).

III.III Analisis Kasus Korupsi E-KTP Dengan Menggunakan Pendekatan Ekonomi Politik Berbasis Pada Kekuasaan

Dalam buku “teori-teori ekonomi politik” karangan James A. Caporaso dalam David P. Levine, ada tiga jenis kekuasaan yaitu kekuasaan untuk mecapai tujuan dengan mengalahkan alam, kekuasaan terhadap orang lain dan kekuasaan bersama orang lain. Dalamkasus korupsi e-KTP, dari tiga nejis kekuasaan tersebut yang paling selaras dengan usaha para pelaku korupsi e-KTP adalah kekuasaan bersama orang lain. Dalam hal ini stakeholder proyek e-KTP yang memilikikekuasaan dan sama-sama memilikitujuan untuk mengalirkan dana proyek e-KTP untuk diri mereka sendiri, saling bekerja sama menyusun strategi bagaimana supaya mereka bisa mark-up dan proyek e-KTP. Mereka bersama-sama menyusun proyek e-KTP sebelumadanya tender. Mulai dari konsorsium dan pengusaha-pengusaha mana yang akan dimenangkan tendernya serta tugas dari masing-masing perusahaan, dan juga besarnya mark-up yang dilakukan. Para pemilik kekuasaan tersebut bersama-sama melakukan hal tersebut hingga pengajuan proposal ke DPR. Mereka merancang semua melalui pertemuan-pertemuan informal yang mereka atur bersama tempat dan waktunya.
Dalam kasus korupsi ini juga membuktikan teori bahwa kekayaan dapat memberikan kekuasaan, semakin banyak kekayaan yang kita miliki, semakin besar pula kekuasaan kita. Pendekatan ekonomi politik berbasis kekuasaan menekankan pada pentingnya kekuasaan pada hubungan ekonomi. Dalam ekonomi politik, fokusnya adalah interaksi antara kekuasaan dengan fenomena ekonomi. Di kasus korupsi ini, terlihat bahwa kekuasaan itu ada dan berperan besar dalam ekonomi politik. Para pemilik kekuasaan/jabatan seperti anggota DPR dan juga anggota dari kemendagri mendapatkan kekuasaan dari jabatannya. Pimpinan perusahaan dan konsorsium memperoleh kekuasaan dari kekayaannya. Kemudian terdapat hubungan timbalbalik akibat dari kekuasaan yang mereka miliki. Ini membuktikan bahwa keuasaan dalam hubungan ekonomi politik itu sangat penting. Itulah mengapa pendekatan ekonomi politik berbasisi pada kekuasaan, berbeda dengan pendekatan neoklasik yang lebih meminimalisir kekuasaan.

III.IV Dampak Dari Kasus Korupsi e-KTP

Dampak dari kasus korupsi e-KTP ini juga berimbas pada beberapa bidang yang ada, yaitu:
·         Bidang Ekonomi
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) memastikan bahwa kerugian negara akibat kasus mega korupsi e-KTP adalah sebesar rp. 2,3 triliun. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran, dan juga kesenjangan sosail karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang-orang yag tidak bertanggung jawab lainnya. kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang.
·         Bidang Demokrasi
Beberapa ahli berpendapat bahwa korupsi e-KTP cederai demokrasi, contohnya, dikarenakan absennya e-KTP akan membuat warga negara kesulitan untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.
·         Bidang Medis
Tanpa e-KTP warga akan kesulitan dalam mendapatkan pelayanan medis, khususnya untuk menjadi peserta BPJS, dalan hal ini data peserta BPJS harus menggunakan e-KTP, karena tidak hanyak Nomor Induk Kependudukan (NIK), data BPJS kesehatan juga harus mengacu pada sidik jari dan iris mata sebagaimana yang telah terekam dalam e-KTP.

BAB IV

PENUTUP


IV.I Kesimpulan

KTP  merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang berlaku di seluruh wilayah negara kesatuan republik indonesia. Program e-KTP ditujukan untuk mewujudkan kepemilikan satu KTP untuk satu penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan yang berbasis NIK secara nasional. Dengan adanya e-KTP diharapkan tidak ada lagi duplikasi KTP dan dapat menciptakan kartu identitas multifungsi.
Pendekatan ekonomi politik berbasis kekuasaan menekankan pada pentingnya kekuasaan pada hubungan ekonomi. Kasus korupsi ini membuktikan bahwa kekayaan dapat memberikan kekuasaan. Kasus ini juga merepresentasikan adanya hubungan timbalbalik antara pemilik kekuatan dari jabatan dengan pemilik kekuasaan dari kekayaan. Semua ini menunjukan bahwa kekuasaan dalam hubungan ekonomi politik itu sangat penting.

IV.II Saran

Saran untuk kasus ini, harapan dengan adanya kasus korupsi e-KTP ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua, terutama bagi orang-orang yang memiliki kekuasaan yang tinggi bisa di pergunakan dengan baik dan amanah. Dan untuk menekankan angka tindak pidana korupsi yang semakin banyak, perlu kesadaran dari diri masing-masing agara tidak tergoda oleh hal-hal yang bisa merugikan orang banyak seperti ini.
Bukan hanya dari diri masing-masing, faktor lain yang bisa mendukung atau menekan angka tindak pidana korupsi ini adalah hukum yang bisa membuat oknum oknum nakal ini jera. Dengan hukuman yang setimpal dengan apa yang mereka lakukan serta merugikan negara bisa membuat siapa pun akhirnya menyadari bahwa tindakan ini salah.

DAFTAR PUSTAKA


Dokumen:

Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Juncto UU No.31 Tahun 1999

Undang-Undang Republik Indonesi No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Perpres No.26 Tahun 2009

Perpres No.35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No.26 Tahun 2009


Sumber Internet:

Anonim (2016) https://www.academia.edu/33977531/Ektp_makalah (Tanggal 1 Mei 2020)

yusron (Tanggal 26 Oktober 2019) https://belajargiat.id/korupsi/ (Tanggal 1 Mei 2020)

Analisis kasus korupsi e-KTP

Analisis Kasus Korupsi E-KTP Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Anti Korupsi Disusun oleh: ...