Untuk
Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS)
Mata
Kuliah Anti Korupsi
Disusun oleh:
Azizah Fitriani Nim: 170211002
Dosen
pengampu: Meti Mediyastuti, S.Sos., M. Ap
FAKULTAS
SOSIAL HUMANIORA
PROGRAM
STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan rahmat dan lindungan-nya. Akhirnya makalah ini dapat saya
selesaikan dengan lancar. Makalah ini saya susun untuk memenuhi tugas Ujian
Tengah Semester mata kuliah Anti Korupsi.
Saya
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihakyang terlibat dalam menyusun
malakah ini. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Meti Mediyastuti,
S.Sos., M.AP selaku dosen pengampu mata kuliah Anti Korupsi ini.
Demikian
yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu saya
mengharapkan saran supaya lebih baik lagi untuk kedepannya.
Bandung,
30 April 2020
Azizah
Fitriani
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Kartu
tanda Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi penduduk juga bukti driri yang
berlaku diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KTP konvensional
yang telah diberikan berung-ulang oleh pemerintah Indonesia juga digunakan oleh
masyarakat Indonesia dipertimbangkan memiliki beberapa kekurangan-kekurangan
seperti tidak efektif untuk memberikan data kependudukan karena KTP
konvensional memungkinkan satu penduduk Indonesia memiliki beberapa KTP. Hal
ini membicarakan menyulitkan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan
terutama kebijakan untuk daerah tertentu karena KTP konvensional tidak dapat
merepresantikan data penduduk lokal secara tepat.
Akhirnya
pemerintah Indonesia dikeluarkan Undang-Undang No.23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan dimana dalam Pasal 1 disebutkan bahwa penduduk hanya
diperbolehkan memiliki 1 KTP. Untuk dapat mengelola penertiban KTP yang
bersifat tunggal dan terwujudkan basic data kependudukan yang lengkap dan
akurat serta aman diperlukan teknologi yang dapat menjamin dengan tingkat
akurasi tinggi untuk mencegah pemalsuan dan penggandaan. Pemerintah berusaha
berinovasi dengan menerapkan teknologi informasi dalam sistem Ktp dan hal ini
membuat KTP konvensional menjadi KTP Elektronik (e-Ktp) dengan harapan tidakada
lagi yang menduplikasi KTP.
Sayangnya
untuk membuat KTP berbasis teknologi informasi yang akurat, multifungsi, dan mencegah
adanya duplikasi KTP yang bisa menyebabkan kecurangan. Pemerintah sudah
sedemikian baik dalam berinovasi untuk merencanakan hal tersebut, tetapi ada
saja oknum yang menyalah gunakan pelaksanaan KTP berbasis elektronik ini.
Dengan demikian Indonesia masih saja menjadi negara yang berprestasi dalam
korupsi.
I.II Rumusan Masalah
1. Bagaimana
kasus korupsi e-KTP bisa terjadi?
2. Bagaimana
hukum yang tercantum dalam UUD 1945?
3. Bagaimana
analisis kasus korupsi e-KTP dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik berbasis
pada kekuasaan?
4. Dampak
kasus korupsi e-KTP?
I.III Tujuan
1. Untuk
mengetahui kasus korupsi e-KTP bisa terjadi
2. Untuk
mengetahui hukum yang tercantum dalam UUD 1945
3. Untuk
mengetahui analisis kasus korupsi e-KTP dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik
berbasis pada kekuasaan
4. Untuk
mengetahui dampak kasus korupsi e-KTP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I e-KTP (KTP elektronik)
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesi No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan. Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP) adalah identitas resmi
penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh instansi pelaksanaan yang
berlaku diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini berarti kartu
tanda penduduk merupakan salah satu dokumen kependudukan yang wajib di miliki
oleh setiap masyarakat guna terciptanya tertib administrasi kependudukan dan
setiap instansi pelaksana pelayanan publik wajib melaksanakan urusan
administrasi kependudukan serta perlu menerapkan dan menjalankan
prinsip-prinsip Good Governance dalam pelayan yang akan diberikan kepada
masyarakat yang membutuhkan. Menurut Pemendagri No.9 Tahun 2011 tentang pedoman
penertiban kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara
nasional dalam pasal 2 ayat (1) menjelaskan tujuan pemerintah menertibkan KTP
Elektronik untuk mewujudkan kepemilikan satu KTP untuk satu penduduk yang
memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan yang berbasis
NIK secara nasional.
Program
e-KTP diluncurkan oleh Kementrian Dalam Negri Republik Indonesia pada bulan
Februari Tahun 2011 dimana pelaksanaannya terbagi menjadi dalam dua tahap.
Tahap pertaman dimulai pada Tahun 2011 dan berakhir pada 30 April 2012 yang
mencakup 67 juta penduduk di 2.348 kecamatan dan 197 Kabupaten / Kota.
Sedangkan tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300
Kabupaten/ Kota Lainnya di Indonesia. Secara keseluruhan, pada akhir 2012,
ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki e-KTP. Program e-KTP
dilatar belakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia
yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini
disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari
seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat
curang dalam hal-hal terutama dengan menggandakan KTP-nya. Misalnya dapat
digunakan untuk:
1. Menghindari
pajak
2. Memudahkan
pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat diseluruh kota
3. Mengamankan
korupsi
4. Menyembunyikan
identitas (seperti teroris)
Oleh
karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintah elektronik (e-Government)
serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementrian
Dalam Negri Republik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi kependudukan
yang berbasis teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.
Adapun fungsi dan kegunaan e-KTP adalah:
1. Sebagai
identitas jati diri
2. Berlaku
nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukuan
rekening Bank, dan sebagainya.
3. Mencegah
KTP ganda dan pemalsuan KTP, terciptanya keakuratan data penduduk untuk
mendukung program pembangunan.
Penerapan
KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dengan pasal Perpres
No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara
nasional, Perpres No.35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No.26 Tahun
2009 berbunyi:
1. KTP
berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekam elektronik sebagai alat verifikasi
dan validasi data jati diri penduduk.
2. Rekaman
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan, pas
foto, dan sidik jari penduduk yang bersangkutan.
3. Rekaman
seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalamdatabase kependudukan.
4. Pengambilan
seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan: untuk WNI,
dilakukan di Kecamatan, dan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap
dilakukan di Instansi Pelaksanaan.
5. Rekaman
sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jati telunjuk tangan kiri dan telunjuk tangan
kanan penduduk yang bersangkutan.
6. Rekaman
seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud ayat (3) dapat di akses
oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh Peraturan
Mentri.
II.II Korupsi
Korupsi
menurut Black Law Dictionary adalah suatu bentuk perbuatan yang dilakukan
dengan sengajadan bermaksud untukmendapatkan keuntungan yang tidak resmi dengan
terlebih dulu menggunakan hak-hak dari pihak yang lain,secara salah dalam
sebuah jabatannya ataupun karakternya dalam mendapatkan keuntungan untuk
dirinya sendiri ataupun orang lain yang berlawanan dengan kewajibannya dan
hak-hak dari mereka yang seharusnya menerima.
Pengertian
korupsi juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa korupsi adalah setiap
orang yang tergolong melaan hukum, melakukan suatu perbuatan memperkaya diri
sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain ataupun suatu kelompok,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan dan sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dan atau
perekonomian negara.
BAB III
PEMBAHASAN
III.I Kronologi Kasus Korupsi e-KTP
Sejak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Penduduk disahkan, data
penduduk harusnya sudah dibangun. Kementrian Dalam Negri bertanggung jawab atas
administrasi ini. Lelang e-KTP ini dimulai pada tahun 2011. Akhirnya pada Juni
tahun 2011, Kementrian Dalam Negri mengumunkan konsorsium PT. PNRI sebagai
pemenang dengan harga Rp. 5,9 Triliun. Konsorsium terdiri dari Perum PNRI, PT.
Sucofindo (Persero), PT. Sandhipala Arthapura, PT. Len Industri (Persero), PT.
Quadra Solution. Tapi banyak pihak yang menilai janggal munculnya pemenang ini.
Dalam proses lelang, menurut ICW (Indonesian Corruption Watch) ada kejanggalan.
Tiga hal yang janggal menurut ICW adalah post bidding, penandatanganan kontrak
padamasa sanggah banding dan persaingan usaha tidak sehat. Post bidding adalah
mengubah dokumen-dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran.
Selain itu, LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) menilai,
kontrak itu ditandatangani saat proses lelang tengah disanggah, oleh dua
peserta lelang, Konsorsium Telkom dan Konsorsium Lintas Bumi Lestari.
Komisi
Pengaasan Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan ada persekongkolan dalan tender
penerapan KTP berbasis NIK Nasional (e-KTP) Tahun 2011-2012. Pelakunya, menurut
KPPU adalah panitia tender, Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan PT
Astra Graphia Tbk. Dalam putusan tersebut, majelis KPPU membeberkan
bentuk-bentuk persekongkolan yang dilakukan antara PNRI dan Astra Graphia.
Persekongkolan juga dijalin dengan panitia lelang.
KPK mulai menelusuri dugaan korupsi pada 22 April 2014
Komisi menetapkan "S", mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi
Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sebagai tersangka. Enam bulan selepas KPK
masuk, MA dalam putusannya menolak kasasi KPPU tersebut.
Duasetengah tahun jadi
tersangka, "S"
baru sisa pertengahan Oktober lalu. Belakangan, KPK menetapkan "IR" yang juga tidak pernah dikirim sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK, Basaria
Panjaitan meyakini, kasus dugaan korupsi e-KTP tidak hanya dilakukan oleh dua tersangka itu. Untuk mengusut kasus ini, tim
penyidik KPK telah memeriksa 110 orang yang dianggap mengetahui proses proyek e-KTP. Banyak tokoh sudah melewati. Di lanjut mantan
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Gubernur JawaTengah Ganjar Pranowo. Bahkan, Ketua DPR Setya Novanto juga bakal di periksa. Wakil Ketua KPK lainnya, Laode
M Syarief menyatakan, kasus e-KTP merupakan salah satu kasus yang menjadi fokus KPK saat
ini.
Proyek
e-KTP merupakan proyek yang besar yang tentunya melibatkan banyak pihak. Begitu
juga dengan tindakan korupsinya, karena tidak memungkinkan hanya satu orang
saja yang berhasil mengkorupsi dana proyek e-KTP yang besar ini, butuh
kerjasama bahkan bisa saja hingga membentuk sistem. Dalam sidang perdana kasus
korupsi e-KTP, JPU KPK juga membacakan nama-nama pihak yang diduga menerima
aliran dana korupsi e-KTP beserta besaran yang diterimanya, berikut beberapa
nama pihak-pihak tersebut:
1. Gamawan
Fausi sebesar US$4,5 juta dan Rp. 50 juta
2. Diah
Anggraini sebesar US$2,7 juta dan Rp. 22,5 juta
3. Drajat
Wisnu Setyaan sebesar US$615 ribu dan Rp.25 juta
4. Enam
anggota panitia lelang masing-masing sebesar US$50 ribu
5. Husni
Fahmi sebesar US$150 ribu dan rp. 30 juta
6. Anas
Urbaningrum sebesar US$5,5 juta
7. Melchias
Markus Mekeng sebesar US$1,4 juta
8. Olly
Dondokambey sebesar US$1,2 juta
9. Tamsil
Linrung sebesar US$700 ribu
10. Chaeruman
Harahap sebesar US$584 ribu dan rp. 26 Miliar
Meskipun
nama-nama diatas masih diduga menerima aliran dan tetapi ada juga beberapa
pihak yang disebut JPU KPK menerima aliran dana korupsi e-KTP membantah adanya
aliran dana yang masuk ke kantong mereka.
III.II Hukum yang Tercantum Dalam UUD 1945
Aspek
hukum:
·
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara jelas menyebut tidak
kejahatan wajib meneruskan ke parties berwajib. Selain itu, BPK juga bisa
memanfaatkan konsep whistleblower untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh oknum kasus e-KTP ini.
·
Bedasarkan UU No.30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, seorang whisleblower bisa
melaporkan indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam organisasi
tempat dia bekerja dan memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya
indikasi tindak pidana korupsi tersebut.
·
Berdasarkan UU No.20 Tahun 2001 Juncto
UU No.31 Tahun 1999, perbuatan korupsi diancam dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200 Juta dan paling banyak Rp. 1 Milyar. Mengenai
penerapan pidana mati terhadap terdakwa korupsi dilakukan dalamkeadaan
tertentu.
·
Berdasarkan penjatuhan pidana bagi perkara korupsi yang diakomodir
dalam RKUHP dalam BAB XXXI mengenai tindak pidana jabatan (pasal 661 – pasal
687) dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun
dengan denda paling banyak kategori V (pasal 80 ayat 3 huruf e, dengan denda
sebesar Rp. 1.200.000.000,00).
·
Berdasarkan pada BAB XXXII mengenai
tindak pidana korupsi (pasal 668 – pasal 701) cukup bervariatif mulai dari
pidana penjara paling singkat 1 tahun, 5 tahun, 7 tahun, 9 tahun dan paling
lama 15 tahun serta pemberatan pidana satu per tiga masa tahanan apabila
merugikan keuangan dan perekonomian negara (pasal 702). Dan denda paling lama
sedikit kategori (pasal 80 ayat 3 a dengan denda sebesar Rp. 6.000.000) paling
banyak kategori VI (pasal 80 ayat 3 huruf f dengan denda sebesar Rp.
12.000.000).
III.III Analisis Kasus Korupsi E-KTP Dengan Menggunakan Pendekatan Ekonomi Politik Berbasis Pada Kekuasaan
Dalam buku “teori-teori ekonomi politik”
karangan James A. Caporaso dalam David P. Levine, ada tiga jenis kekuasaan
yaitu kekuasaan untuk mecapai tujuan dengan mengalahkan alam, kekuasaan
terhadap orang lain dan kekuasaan bersama orang lain. Dalamkasus korupsi e-KTP,
dari tiga nejis kekuasaan tersebut yang paling selaras dengan usaha para pelaku
korupsi e-KTP adalah kekuasaan bersama orang lain. Dalam hal ini stakeholder
proyek e-KTP yang memilikikekuasaan dan sama-sama memilikitujuan untuk
mengalirkan dana proyek e-KTP untuk diri mereka sendiri, saling bekerja sama
menyusun strategi bagaimana supaya mereka bisa mark-up dan proyek e-KTP. Mereka
bersama-sama menyusun proyek e-KTP sebelumadanya tender. Mulai dari konsorsium
dan pengusaha-pengusaha mana yang akan dimenangkan tendernya serta tugas dari
masing-masing perusahaan, dan juga besarnya mark-up yang dilakukan. Para
pemilik kekuasaan tersebut bersama-sama melakukan hal tersebut hingga pengajuan
proposal ke DPR. Mereka merancang semua melalui pertemuan-pertemuan informal
yang mereka atur bersama tempat dan waktunya.
Dalam kasus korupsi ini juga membuktikan
teori bahwa kekayaan dapat memberikan kekuasaan, semakin banyak kekayaan yang kita
miliki, semakin besar pula kekuasaan kita. Pendekatan ekonomi politik berbasis
kekuasaan menekankan pada pentingnya kekuasaan pada hubungan ekonomi. Dalam
ekonomi politik, fokusnya adalah interaksi antara kekuasaan dengan fenomena
ekonomi. Di kasus korupsi ini, terlihat bahwa kekuasaan itu ada dan berperan
besar dalam ekonomi politik. Para pemilik kekuasaan/jabatan seperti anggota DPR
dan juga anggota dari kemendagri mendapatkan kekuasaan dari jabatannya.
Pimpinan perusahaan dan konsorsium memperoleh kekuasaan dari kekayaannya.
Kemudian terdapat hubungan timbalbalik akibat dari kekuasaan yang mereka
miliki. Ini membuktikan bahwa keuasaan dalam hubungan ekonomi politik itu
sangat penting. Itulah mengapa pendekatan ekonomi politik berbasisi pada
kekuasaan, berbeda dengan pendekatan neoklasik yang lebih meminimalisir
kekuasaan.
III.IV Dampak Dari Kasus Korupsi e-KTP
Dampak dari kasus korupsi e-KTP ini juga
berimbas pada beberapa bidang yang ada, yaitu:
·
Bidang
Ekonomi
Komisi
pemberantasan korupsi (KPK) memastikan bahwa kerugian negara akibat kasus mega
korupsi e-KTP adalah sebesar rp. 2,3 triliun. Hal ini akan menambah tingkat
kemiskinan, pengangguran, dan juga kesenjangan sosail karena dana pemerintah
yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang-orang
yag tidak bertanggung jawab lainnya. kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak
optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang.
·
Bidang
Demokrasi
Beberapa
ahli berpendapat bahwa korupsi e-KTP cederai demokrasi, contohnya, dikarenakan
absennya e-KTP akan membuat warga negara kesulitan untuk menggunakan hak
pilihnya dalam pemilu.
·
Bidang
Medis
Tanpa e-KTP
warga akan kesulitan dalam mendapatkan pelayanan medis, khususnya untuk menjadi
peserta BPJS, dalan hal ini data peserta BPJS harus menggunakan e-KTP, karena
tidak hanyak Nomor Induk Kependudukan (NIK), data BPJS kesehatan juga harus
mengacu pada sidik jari dan iris mata sebagaimana yang telah terekam dalam
e-KTP.
BAB IV
PENUTUP
IV.I Kesimpulan
KTP merupakan identitas resmi penduduk serta
bukti diri yang berlaku di seluruh wilayah negara kesatuan republik indonesia.
Program e-KTP ditujukan untuk mewujudkan kepemilikan satu KTP untuk satu
penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan
yang berbasis NIK secara nasional. Dengan adanya e-KTP diharapkan tidak ada
lagi duplikasi KTP dan dapat menciptakan kartu identitas multifungsi.
Pendekatan
ekonomi politik berbasis kekuasaan menekankan pada pentingnya kekuasaan pada hubungan
ekonomi. Kasus korupsi ini membuktikan bahwa kekayaan dapat memberikan
kekuasaan. Kasus ini juga merepresentasikan adanya hubungan timbalbalik antara
pemilik kekuatan dari jabatan dengan pemilik kekuasaan dari kekayaan. Semua ini
menunjukan bahwa kekuasaan dalam hubungan ekonomi politik itu sangat penting.
IV.II Saran
Saran
untuk kasus ini, harapan dengan adanya kasus korupsi e-KTP ini menjadi
pelajaran penting bagi kita semua, terutama bagi orang-orang yang memiliki
kekuasaan yang tinggi bisa di pergunakan dengan baik dan amanah. Dan untuk
menekankan angka tindak pidana korupsi yang semakin banyak, perlu kesadaran
dari diri masing-masing agara tidak tergoda oleh hal-hal yang bisa merugikan
orang banyak seperti ini.
Bukan
hanya dari diri masing-masing, faktor lain yang bisa mendukung atau menekan
angka tindak pidana korupsi ini adalah hukum yang bisa membuat oknum oknum
nakal ini jera. Dengan hukuman yang setimpal dengan apa yang mereka lakukan
serta merugikan negara bisa membuat siapa pun akhirnya menyadari bahwa tindakan
ini salah.
DAFTAR PUSTAKA
Dokumen:
Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Juncto UU No.31 Tahun 1999
Undang-Undang Republik Indonesi No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Perpres No.26 Tahun 2009
Perpres No.35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No.26 Tahun 2009
Sumber Internet:
Anonim https://www.academia.edu/36515677//ANALISIS_KASUS_KORUPSI_E-KTP_KTP_ELEKTRONIK (Tanggal 30 April 2020)
Yeni novi (Tanggal 7 Maret 2018) https://www.kompasiana.com/amp/yeninov/5a9f9952cf01b470b33ca7c2/dampak-korupsi-e-ktp-di-bidang-bidang (Tanggal 1 Mei 2020)